Jumat, 26 Desember 2014

MANAJEMEN PERUBAHAN

MANAJEMEN PERUBAHAN
Semua organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Karakteristik masyarakat seperti itu menuntut organisasi untuk juga memiliki sifat dinamis. Tanpa dinamika yang sejalan dengan dinamika masyarakat, organisasi tidak akan survive apalagi berkembang. Ini berarti bahwa perubahan dalam suatu organisasi merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Secara terus menerus organisasi harus menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Proses penyesuaian dengan lingkungan merupakan salah satu permasalahan besar yang dihadapi organisasi modern.
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya perubahan dapat dikelompokkan  menjadi dua, yaitu: faktor eksternal dan internal.
1.      Faktor Eksternal
Faktor eksternal ialah penyebab perubahan yang berasal dari luar sekolah atau sering disebut lingkungan. Sekolah sebagai organisasi modern menganut asas sistem terbuka. Konsekuensinya, sekolah harus responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di lingkungannya. Dalam kenyataannya, banyak sekali penyebab perubahan yang termasuk faktor eksternal, antara lain:teknologi, pemerintah, tuntutan pasar, dan arus globalisasi.
2.      Faktor Internal
Faktor internal adalah penyebab dilakukannya perubahan yang berasal dari dalam sekolah yang bersangkutan, antara lain:
1)      Persoalan hubungan antar komponen sekolah.
2)      Persoalanterkait dengan mekanisme kerja.
3)      Persoalan keuangan.
Setiap perubahan memiliki tujuan tertentu yang dapat berupa upaya penyesuaian terhadap perubahan lingkungan (misalnya selera konsumen berubah, adanya peraturan baru yang diberlakukan pemerintah, kemajuan teknologi, dan lain-lain) dan upaya peningkatan efisiensi organisasi dalam rangka mencapai kondisi yang lebih baik.  Apa pun jenis tujuan yang hendak dicapai, setiap perubahan harus disiapkan dengan baik mengikuti langkah-langkah tertentu.
Tahap pertama ialah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya perubahan. Tahapan ini berkenaan dengan faktor manusianya, dalam hal ini seluruh warga sekolah. Manusia  memegang posisi kunci dalam proses perubahan. Mereka dapat merupakan kunci keberhasilan tetapi sebaliknya dapat juga merupakan faktor penyebab gagalnya perubahan yang dilakukan. Oleh karena itu faktor manusianya harus terlebih dahulu disiapkan dengan baik sebelum perubahan dilaksanakan.
Tahapan berikutnya ialah mengembalikan sekolah kepada situasi yang normal kembali. Setelah perubahan dilaksanakan, berbagai aturan baru diberlakukan secara penuh, demikian juga para anggota diharapkan bersikap dan bertingkahlaku sesuai kondisi organisasi yang baru. Jika pada tahapan pertama kondisi yang sudah stabil sengaja ’dibuka’ sehingga siap menerima perubahan, maka pada tahapan yang terakhir ini kondisi yang berubah tadi ’ditutup’, agar stabil kembali.
Tahap berikutnya ialah identifikasi terhadap berbagai keterbatasan (constraints) yang dihadapi oganisasi dalam melakukan perubahan. Berbagai keterbatasan itu mencakup iklim kepemimpinan, struktur, organisasi, dan karakteristik anggota. Iklim kepemimpinan ialah suasana kerja yang ditimbulkan oleh gaya kepemimpinan seseorang.
Manusia merupakan komponen yang paling sulit diprediksi dan dalam kaitannya dengan perubahan organisasi, merupakan persoalan yang paling rumit. Orang memiliki kecenderungan menolak adanya perubahan sebab perubahan akan membawa mereka ke dalam situasi yang tidak menentu. Pada umumnya orang menginginkan situasi yang stabil sehingga cenderung mempertahankan kondisi dan kedudukan yang telah mapan.
Nadler (1983: 554-555) mengemukakan bahwa dalam upaya melaksanakan perubahan organisasi terdapat tiga problem yang dihadapi, yaitu :
a.       Resistensi atau penolakan terhadap perubahan,
Yang dimaksud resistensi terhadap perubahan ialah bahwa orang (anggota) cenderung menolak  perubahan dan berusaha mempertahankan  status dan kenyamanan kerja sebagaimana yang telah mereka peroleh sebelumnya.
b.      Pengawasan Organisasi
Dalam situasi yang normal (sebelum perubahan dilaksanakan) pengawasan mudah dilakukan sebab jalurnya sudah pasti sebagaimana tergambar pada struktur organisasi. Akan tetapi dengan adanya perubahan, situasinya menjadi lain.
c.       Kekuasaan
Pada umumnya dalam sebuah organisasi(termasuk sekolah) terdapat kelompok-kelompok informal yang memiliki ’kekuasaan’ dalam mengendalikan organisasi. Kelompok-kelompok seperti itu memiliki pengaruh yang besar terhadap pimpinan dan ikut mewarnai kebijakan-kebijakan yang diambil organisasi.

Perangkap-Perangkap Teori Ketergantungan

Perangkap-Perangkap Teori Ketergantungan

            Terdapat adanya sejumlah indicator sebagai salah satu masukan penting dalam analisis timbulnya kendala pembangunan, baik karena factor internal maupun factor eksternal. Factor internal dan eksternal yang dianggap cukup potensial sebgai studi penelaahan adalah variable pengaruh dari suatu hubungan perkaitan unsure actor domestic dan internasional sebagai penyebab dan pada saatnya menimbulkan ketergantungan dan keterbelakangan. Banyak Negara yang tergantung pada bantuan luar negeri, karena sebagian besar biaya pembangunan nasionalnya bersumber dari dan luar negeri dan investasi berbagai perusahaan multinasional. Persoalan demikian terjadi akibat pola interaksi masyarakat dunia yang bersifat global tetapi tidak seimbang di antara masing-masing pihak. Dengan demikian sifat globalisasi pada aspek-aspek tertentu dapat pula mengakibatkan timbulnya bentuk-bentuk ketergantungan dan keterbelakangan di belahan-belahan dunia lainnya.

Akibat logis dan ketergantungan tersebut ialah terjadinya suatu rangkaian kebutuhan-kebutuhan internasional atau tiap-tiap Negara yang tidak dapat dipenuhi sendiri oleh Negara yang bersangkutan. Masing-masing Negara terpaksa meminta bantuan ke pihak lain sesuai dengan kebutuhan itu. Hanya saja kadang-kadang ada usaha sebagian Negara yang sengaja menciptakan ketergantungan agar Negara yang bersangkutan bebas mengamankan berbagai kepentingannya sekalipun harus mengeksploitasi Negara-negara lain. Maslah inilah yang membuat ketergantungan terus saja berlangsung tanpa batas kapan berakhirnya.

            Timbulnya ketergantungan itu biasanya disebabkan oleh beberapa factor, antara lain:
1.      Adanya kebutuhan yang harus dipenuhi, tetapi tidak dapat dipenuhi sendiri
2.      Akibat dari suatu usaha kerja sama yang bersifat berat sebelah (tidak seimbang), dan
3.      Akibat dari tindakan yang disengaja oleh salah satu pihak atau unit politik yang memiliki sumberdaya/ kapabilitas kuat untuk kepentingan-kepentingan ekonomis, politik dan strategis meskipun merugikan pihak lain.  

Suatu Negara membutuhkan ikatan-ikatan dengan Negara-negara lain untuk peningkatan kesejahteraannya. Ini juga akibat realitas-realitas dalam perdagangan internasional, ikatan-ikatan saling ketergantungan itu diciptakan sendiri sebagai suatu pilihan yang dianggap lebih baik dari pada ikatan ketergantungan. Dari beberapa teori dan konsep mengenai ketergantungan, saling ketergantungan tersebut dapat dikatan berkaitan sangat erat dengan proses pembangunan atau pertumbuhan Negara-negara.

Telaah historis juga membuktikan, bahwa situasi keterbelakangan dan ketergantungan bersumber pada hubungan antara masyarakat pusat dan pinggiran. Berdasarkan mata rantai huibungan antara pusat dan pinggiran itu, suatu ilustrasi tentang ketergantungan ekonomi mengisyaratkan bahwa terdapat hubungan-hubungan di antara-kelas-kelas, Negara-negara dan perusahaan-perusahaan local dengan perusahaan-perusahaan asing, analisis-analisis kelompok-kelompok social politik local dan asing (mitra internasionalnyua). Sebagian kelas atau kelompok local mempertahankan ikatan-ikatan ketergantungan, memperkokoh kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik asing. Sementara yang lain mencoba menentang dipertahankannya pola ketergantungan tertentu. Dengan demikian ketergantungan tidak hanya memperoleh ekspresi intern, tetapi juga memperoleh sifatnya yang sejati secara structural merupakan suatu mata rantai dengan dunia luar.

Teori ketergantungan mula-mulanya dicanangkan oleh Paul Baran yang bermula dari pengamatannya tentang terjadinya keterbelakangan ndi Negara-negara sedang berkembang. Ketergantungan ini terjadi akibat hubungan yang tidak serasi antara Negara-negara industry maju yang kaya di pusat, dengan negaranegara berkembang yang dikenal dengan nama pinggiran. Teori ini dapat disebut sebagai suatu pendekatan karena menjadi titik tolak baru pemikiran-pemikiran oposisi terhadap kapitalisme. Kemudian teori ini dikatakan sebagai teori karena memiliki fungsi teori yang disebut oleh Fernando Henrique Cardoso, dalam tulisannya “The Consumption of Dependendy Theory in the Us” (1976), sebagai instrument yang bermanfaat untuk mengantisipasi tangatangan atau kendala perekonomian Amerika Latin yang dieksploitasi.

Dominasi perekonomian dunia oleh negara-negara pusat (core) dan rekayasa eksploitasi yang dilakukan oleh mereka yang pada akhirnya  justru menjadikan  negara-negara pinggiran ini semakin tergantung kepada negara pusat. Teori memberikan peringatan  bahwa interaksi antara negara maju dan miskin pada satu sisi menguntungkan tetapi disisi lain  ternyata juga membawa efek ketergantungan  yang pada masa-masa sebelumnya  belum pernah terfikir.

Teori ini juga menjelaskan kemampuan suatu perekonomian yang terbelakang  (underdeveloped) sangat susah  untuk mencapai perekonomian yang modern. Menurut teori ini  keadaan tersebut disebabkan karena adanya perangkap ketergantungan  dan  dominasi dari perekonomian yang telah maju.  Masyarakat yang berdiam di wilayah  perekonomian yang underdeveloped telah kehilangan kemandiriannya  dan menjadi kawasan pinggiran  dari wilayah-wilayah  yang telah maju  perekonomiannya. Contoh yang paling  sering dikemukakan ialah hubungan negara-negara kawasan utara dunia (negara-negara maju) dengan kawasan selatan  (negara-negara sedang berkembang). 

SUMBER
Yanuar Ikbar. 1995. Ekonomi Politik Internasional. Bandung: Angkasa.
http://2frameit.blogspot.com/2011/05/teori-ketergantungan-dependencia.html?m=1

Pengaruh Globalisasi terhadap Indonesia dalam Lingkup Ekonomi Politik serta kaitannya dengan Teori Liberalisme, Merkantilisme, dan Strukturalisme

Nama              : Ardi Helmi Putra
NIM / BP       : 1101604 / 2011
Mata Kuliah  : Ekonomi Politik Pembangunan

Pengaruh Globalisasi terhadap Indonesia dalam Lingkup Ekonomi Politik serta kaitannya dengan Teori Liberalisme, Merkantilisme, dan Strukturalisme

Masyarakat Indonesia, dalam era globalisasi ini tidak dapat menghindar dari arus derasnya kompleksitas perubahan (inovasi) sebagai akibat canggihnya teknologi informasi, telekomunikasi, tatanan ekonomi dunia yang mengarah pada pasar bebas,serta tingkat efisiensi dan kompetitif yang tinggi di berbagai bidang kehidupan. Suka atau tidak suka, mau atau tidak bangsa Indonesia harus mengikutinya jika tidak akan ketinggalan dan mungkin disebut Negara “primitif”
Globalisasi adalah suatu proses tatanan sosial yang mendunia dan tidak berbatas atau tak mengenal batas wilayah. Globalisasi  adalah suatu proses dari gagasan yang sengaja dicari dan dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia.
Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme:
1.      Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat
2.      Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3.      Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme:
1.      Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah  arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya  rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
2.      Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3.      Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai  bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh  masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.
4.      Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin,   karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat  menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu  kehidupan nasional bangsa.
5.      Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku   sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.
Berikut contoh Globalisasi di Indonesia pada sektor ekonomi:
1.      Banyaknya Supermarket
2.      Adanya jual beli online yang memungkinkan melakukan transaksi dengan orang yang jauh
3.      Terciptanya mesin-mesin canggih untuk menunjang proses produksi
4.      Adanya Ekspor dan Impor
5.      Masuknya produk luar negeri dengan mudah
6.      Terbukanya pasar bursa Internasional
Liberalisme, Merkantilisme, dan Strukturalisme dalam Ekonomi Politik
A.    Liberalisme
Asumsi dasar pendekatan liberalisme ekonomi. Secara teori, sesuai yang diutarakan oleh Scott Burchill (2008) dalam bukunya Theories of International Relations, liberalisme pada dasarnya memuat asumsi dasar nilai-nilai sebagai berikut, yaitu mengunggulkan paham kebebasan individual, kebutuhan membentuk institusi untuk mengakomodasi beragam kepentingan individual supaya tidak saling berkonflik, individual mesti bebas dari intervensi pemerintah, mendukung opsi pasar kapitalisme sebagai cara terbaik untuk mencapai kesejahteraan. Liberalisme ekonomi merupakan suatu sistem ekonomi dimana kekayaan produktif terutama dimiliki secara pribadi dan produksi. Tujuan dari kepemilikan pribadi adalah untuk mendapatkan keuntungan dan efisiensi dari penggunaan kekayaan yang produktif.
Nilai liberalisme dalam perekononomian adalah perdagangan bebas, tanpa adanya campur tangan pemerintah. Namun, itu hanyalah teori. Pada kenyataannya tidak ada satu negarapun di dunia yang secara murni menerapkan perdagangan bebas. Akan selalu ada campur tangan negara melalui kebijakan fiskal.
Liberalisme ekonomi menilai bahwa campur tangan pemerintah hanya akan menyebabkan terjadinya distorsi pasar yang pada akhirnya mengakibatkan alokasi sumber daya menjadi tidak efisien. Adanya intervensi pemerintah paling tidak akan merugikan kepentingan slah satu diantara dua pihak yang terlibat dalam aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, keadilan dalam kehidupan ekonomi sangat ditentukan oleh hilangnya campur tangan pemerintah secara total. Lembaga sosial atau identik dengan institusi yang paling diutamakan adalah pasar. Yang terpenting dalam ekonomi liberal adalah mekanisme pasar. Karena itu, mereka yang memiliki modal dan melibatkan diri dalam kegiatan pasar akan menentukan apa yang akan terjadi dalam proses ekonomi.
Sementara itu ekonomi liberal memandang peran negara adalah untuk melindungi hak milik dan menciptakan lingkungan yang mendukung bekerjanya pasar. Ideologi yang mendasari ilmu ekonomi liberal memiliki asumsi khas tentang hakekat manusia. Yaitu manusia dipandang semata-mata sebagai“makhluk ekonomiyang tentu saja selalu ingin memaksimalkan keuntungan.
Teori yang dikembangkan oleh Adam Smith sangat dipengaruhi oleh paham individualisme yang menjadi salah satu pilar dari liberalisme. Dalam bukunya yang berjudul The Wealth of Nations, Adam Smith memandang manusia sebagai makhluk ryang rakus, egois, dan selalu ingin mementingkan dirinya sendiri. Berdasarkan keyakinan ini, liberalisme menganggap bahwa kebutuhan dan keinginan manusia itu bersifat tidak terbatas dan tidak akan pernah puas. Ada empat gagasan pokok dalam liberalisme:
1.      Diakuinya hak milik perorangan secara luas bahkan hampir tanpa batas.
2.      Pada semua individu diakui adanya motif ekonomi yang mengejar keuntungan maksimal.
3.      Adanya kebebasan untuk berkompetisi antarindividu.
4.      Adanya mekanisme pasar yang mengatur persaingan dan kebebasan tersebut. Mekanisme pasar untuk mencapai keseimbangan terjadi secara spontan dan alami, tanpa campur tangan pemerintah (the principe of invisible hands)
Ada beberapa yang akan didapatkan suatu negara bila menerapkan sistem ekonomi liberal, antara lain menumbuhkan inisiatif dan kreasi masyarakat dalam mengatur kegiatan ekonomi.
B.     Merkantilisme
Nasionalisme Ekonomi atau sering disebut Merkantilisme, secara esensial merupakan filosofi ekonomi yang percaya bahwa manajemen ekonomi seharusnya menjadi bagian dari tujuan negara dalam memenuhi kepentingan nasionalnya dalam kaitan dengan kekayaan, kekuatan, dan gengsi (Griffiths et.al., 2002).
Merkantilisme tidak melihat kerjasama dengan negara-negara lain sebagai hal yang menguntungkan. Merkantilisme memiliki tujuan utama yaitu harus memaksimalkan kekayaan. Merkantilisme melihat ekonomi sebagai faktor utama untuk mencapai tujuannya tersebut. Pendek kata, Merkantilisme melihat ekonomi sebagai alat utama untuk mencapai kepentingan politik suatu negara. Merkantilisme melihat perekonomian sebagai arena yang sangat konfliktual dengan berbagai tabrakan kepentingan sehingga memilih tidak bekerjasama dalam kondisi demikian. Dan lebih memfokuskan kegiatan perekonomian untuk kepentingan diri sendiri (Isaak, 1995).
Kaum Merkantilis juga tidak mengenal istilah interdependensi atau ketergantungan sebagaimana kaum liberalisme, tetapi Merkantilisme mengenal self-determination atau menentukan nasib sendiri. Dalam kamus Merkantilis, tidak ada istilah kerjasama yang menguntungkan yang ada adalah kompetisi yang saling menjatuhkan. Kaum merkantilis menyatakan bahwa ekonomi harus tunduk pada tujuan peningkatan kekuatan negara sehingga politik mesti diposisikan di atas ekonomi (Jackson and Sorensen, 1998, p. 233).
Yang membedakan Merkantilisme dengan ideologi ekonomi lain terletak pada posisi politik yang lebih penting dan negara diatas ekonomi. Ekonomi semata-mata digunakan sebagai alat untuk meningkatkan“chances of survival”dan mencapai kepentingan nasionalnya. Merkantilisme tidak mengenal keuntungan yang mutualisme, artinya keadaan perekonomian yang tercipta selalu zero-sum dan kompetisi yang konfliktual karena berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain.
C.    Strukturalisme
Teori strukturalisme adalah teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi suatu negara. Menurut teori ini ada 2 ketegaran (kekakuan) utama dalam perekonomian negara sedang berkembang yang dapat menimbulkan inflasi, yaitu ketegaran suplai bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab struktural perubahan atau penambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi. Inflasi seperti ini tidak bisa diobati hanya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus diobati dengan pembangunan sektor bahan makanan dan ekspornya.
Sumber :

Total Tayangan Halaman

Ardi Helmi Putra. Diberdayakan oleh Blogger.