Rabu, 01 Februari 2017

Perkembangan Paradigma Pembangunan

EKONOMI POLITIK PEMBANGUNAN

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

Perkembangan Paradigma Pembangunan



Oleh:
ARDI HELMI PUTRA
1101604/2011





JURUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013







BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Ekonomi Politik adalah bagian dari ilmu sosial yang berbasis pada dua subdisiplin ilmu, yakni politik dan ekonomi. Pembelajaran Ilmu Ekonomi Politik merupakan pembelajaran ilmu yang bersifat interdisiplin, yakni terdiri atas gabungan dua disiplin ilmu dan dapat digunakan untuk menganalisis ilmu sosial lainnya dengan isu-isu yang relevan dengan isu ekonomi politik. Ilmu ini mengkaji dua jenis ilmu yakni ilmu politik dan ilmu ekonomi yang digabungkan menjadi satu kajian ilmu ekonomi politik.
Dalam penggunaannya secara tradisional, istilah ekonomi politik dipakai sebagai sinonim atau nama lain dari istilah ilmu ekonomi. Fokus dari studi ekonomi politik adalah fenomena-fenomena ekonomi secara umum, yang bergulir serta dikaji menjadi lebih spesifik, yakni menyoroti interaksi antara faktor-faktor ekonomi dan faktor-faktor politik. Namun, dalam perkembangan yang berikutnya, istilah ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi antara aspek ekonomi dan aspek politik. Adanya kelemahan instrumental ini menyebabkan banyak kalangan ilmuwan dari kedua belah pihak berusaha untuk mempertemukan titik temunya, sehingga para ilmuwan ini berusaha untuk mencoba mengkaji hal ini dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam ekonomi politik.
Dalam upaya memaksimalkan studi mengenai ekonomi politik, juga tidak boleh terlepas dari sistem ekonomi di negara yang bersangkutan. Terkait dengan hal tersebut, setidaknya dalam berbagai jenis yang ada, terdapat dua sistem ekonomi besar dunia yang dibagi menjadi dua kategori pokok, yakni sistem ekonomi yang berorentasi pasar (ekonomi liberal) dengan sistem ekonomi terencana atau yang lebih dikenal sebagai sistem ekonomi terpusat (sosialis). Sehingga dalam studi ekonomi politik akan ditemui masalah atau pertanyaan yang sama peliknya mengenai bagaimana faktor-faktor politik itu mempengaruhi kondisi-kondisi sosial ekonomi suatu negara.
Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth), pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut.
Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Paradigma
Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.
Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola, bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik).
Paradigman diartikan sebagai pola atau model atau cara pandang terhadap suatu persoalan yang di dalamnya terdapat sejumlah asumsi tertentu, teori tertentu, metode tertentu dan pemecahan masalah tertentu. Paradigma yang satu dengan paradigma yang lain tidak dapat disamakan maupun dipersatukan, tetapi dapat diperbandingkan.
Dalam pelaksanaan pembangunan di negara-negara berkembang tidak terlepas pula dari teori-teori pembangunan yang dipergunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun menilai dan mengukur kinerjanya. Teori pembangunan yang diterapkan adalah teori pembangunan yang berusaha memecahkan masalah yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang yang tentunya berbeda dengan teori pembangunan di negara yang telah maju, karena berbagai faktor yang mempengaruhi, salah satunya misalnya untuk negara miskin (sedang berkembang) menghadapi persoalan bagaimana mempertahankan hidup (survival) sedangkan di negara yang sudah maju (adi kuasa) yang telah mencapai kemapanan sosial ekonominya (establish) persoalan yang dipikirkan adalah bagaimana mengembangkan politik prestisenya atau bahkan bagaimana benar-benar menjadi “polisi dunia” dalam semua aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun militer dari bangsabangsa di dunia.
Paradigma merupakan elemen primer dalam progress sains. Seorang ilmuwan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah paradigma seorang ilmuwan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi paradigmatik terhadap ilmu tersebut.
Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.
B.     Pngertian Paradigma Menurut Para Ahli
Pengertian paradigma menurut Patton(1975), “A world view, a general perspective, a way of  breaking down of the complexity of the real world” (suatu pandangan dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata).
Pengertian paradigma menurut Robert Friedrichs(1970), “suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.”
Pengertian paradigma menurut George Ritzer (1980), “pandangan yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang atau disiplin ilmu pengetahuan.” Lebih lanjut Ritzer mengungkapkan bahwa paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan yang harus dijawab, bagaimana harus menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang harus dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut. Dari pengertian ini dapat disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan terdapat beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang menurutnya menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh cabang ilmu pengetahuan tersebut.
Pengertian paradigma menurut Masterman diklasifikasikan dalam 3 pengertian paradigma :
1.      Paradigma metafisik yang mengacu pada sesuatu yang menjadi pusat kajian ilmuwan.
2.      Paradigma sosiologi yang mengacu pada suatu kebiasaan sosial masyarakat atau penemuan teori yang diterima secara umum.
3.      Paradigma konstrak sebagai sesuatu yang mendasari bangunan konsep dalam lingkup tertentu, misalnya paradigma pembangunan, paradigma pergerakan dll.
Masterman sendiri merumuskan paradigma sebagai pandangan mendasar dari suatu ilmu yang menjadi pokok persoalan yang dipelajari (a fundamental image a dicipline has of its subject matter).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan berbagai bentuk pandangan yang mendasar yang dilakukan seseorang untuk dijadikan sebagai pokok dalam menjawab persoalan yang harus dijawab serta dapat merumuskan apa yang seharusnya dipelajari.
C.    Pembangunan dan Distorted Development
Istilah “Pembangunan” dewasa ini digunakan secara luas. Hampir semua orang mengaitkannya dengan proses perubahan ekonomi yang langsung lewat industrialisasi. Istilah inipun mengisyaratkan suatu proses perubahan sosial akibat urbanisasi, pengambilan gaya hidup modern dan perilaku-perilaku lainnya. Lebih jauh lagi pembangunan memiliki konotasi kesejahteraan yang menunjukkan bahwa pembangunan memperkuat pemasukan masyarakat dan meningkatkan derajat pendidikan, kondisi perumahan dan status mereka. Namun di antara berbagai makna ini, konsep pembangunan paling sering diasosiasikan dengan perubahan ekonomi. Hampir semua orang mengartikan pembangunan dengan kemajuan ekonomi.
Para pengecam yang berpendapat pesemis akan mempersoalkan hal-hal yang positif dengan segala pembenarannya. Mereka mencatat bahwa kemiskinan yang membelit masih menjadi karakter berjuta-juta orang di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Kondisi-kondisi perumahan di banyak kota di negara dunia ketiga masih amat menyedihkan, hantu kelaparan masih mengganggu jutaan penduduk desa, anak-anak jalanan membanjiri jalan raya, banyak sekali pemuda yang meniggal dalam usia muda dan masih sangat banyak eksploitasi tenaga kerja dewasa maupun anak-anak. Banyak orang biasa melihat bahwa di negara-negara industrial makmur sekalipun, masih belum terselesaikan masalah gelandangan, pelacuran dan lain-lain di pusat kota, mereka yang percaya bahwa pada abad ini hanya sedikit terjadi kemajuan sosial, akan mencatat bahwa bencana perang terus merenggut nyawa jutaan orang dan mengamati bahwa banyak penguasa diktator yang masih bercokol menguasai negara dalam jangka waktu yang panjang.
Gejala kemiskinan yang masih bertahan di tengah riuhnya kemakmuran ekonomi adalah salah satu masalah paling problematis dalam pembangunan dewasa ini. Di berbagai belahan dunia, pembangunan ekonomi tidak disetai oleh tingkat kemajuan sosial yang sesuai. Gejala ini sering disebut sebagai pembangunan yang terdistorsi (Distorted Development). Pembangunan terdistorsi muncul dalam masyarakat, dimana pembangunan ekonomi tidak diikuti oleh pembangunan sosial yang setaraf. Di negara-negara tersebut masalahnya bukan tidak ada pembangunan ekonomi, melainkan lebih pada gejala-gejala menyelaraskan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial dan kegagalan untuk memberi jaminan bahwa hasil-hasil kemajuan ekonomi dapat disebar merata di masyarakat.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa meskipun tingkat pembangunan ekonominya tinggi, ternyata kondisi pembangunan terdistorsi juga terjadi dalam skala yang mengejutkan di negara-negara industrial seperti Inggris dan AS. Di kedua negara ini pembangunan ekonomi tidak berhasil mengikis kemiskinan dan memberi kesejahteraan secara merata. Ini bukan berarti bahwa tidak ada kemajuan sosial sama sekali di kedua negara tersebut. Tidak dapat dipungkiri bahwa standar hidup di kedua negara tersebut cukup tinggi. Permasalahannya adalah bahwa segmen-segmen masyarakat tertentu masih belum menikmati petumbuhan ekonomi itu. Di negara ini masalah pembangunan terdistorsi paling terlihat pada daerah-daerah kumuh di pusat kota dan masyarakat miskin di pedesaan. Pusat-pusat kota semakin rusak, tidak hanya secara fisik melainkan juga secara sosial. Di sana terdapat kemiskinan, pengangguran, kejahatan, pecahnya keluarga, penggunaan obat terlarang dan gejala kemerosotan sosial lainnya.
Di samping itu penindasan terhadap kaum wanita dan kerusakan lingkungan juga merupakan akibat kondisi pembangunan terdistorsi. Di negara dunia ketiga. Seperti disebut di atas, relatif sedikit negara dunia ketiga yang tidak atau sedikit mengalami pertumbuhan ekonomi sejak perang dunia II. Namun di kebanyakan Negara, proses pembangunan yang mengalami distorsi sangat besar. Contoh paling dramatis adalah Amerika Latin, dimana tingkat pertumbuhan ekonomi sangat mengesankan namun kemiskinan dan kemerosotan tidaklah berkurang. Contoh pembangunan terdistorsi juga ditemukan di Afrika dan Asia, khususnya di negara-negara dimana kemakmuran ekonominya dicapai lewat eksploitasi sumber daya alam.
Masyarakat yang mengalami pembangunan yang terdistorsi akan berbeda dengan masyarakat dimana terdapat kesinambungan yang lebih baik antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Negara Eropa seperti Austria, Swedia dan Swiss dewasa ini memiliki taraf kehidupan paling tinggi di dunia bukan semata-mata karena pencapaian ekonomi, melainkan karena usaha-usaha sistematis untuk meningkatkan pembangunan sosial. Masalah pembangunan terdistorsi juga telah berkurang di beberapa negara berkembang seperti Costarica, Singapura dan Taiwan dimana upaya-upaya sistematis telah mempercepat perkembangan ekonomi sosial. Meskipun negara-negara ini bukan utopi, artinya bebas dari masalah-masalah dan ketegangan sosial, namun mereka bisa menjamin bahwa pembangunan ekonomi telah dibarengi dengan komitmen yang riil terhadap pembangunan sosial. Namun, bagaimanapun negara-negara tersebut hanya sedikit dan masalah-masalah pembangunan terdistorsi dewasa ini masih meluas terutama di dunia ketiga. Pembangunan terdistorsi juga menjadi sebuah masalah serius di negara Eropa Timur yang baru terliberalisasi serta bekas negara Uni Soviet. Untuk memecahkan masalah pembangunan terdistorsi, diperlukan langkah-langkah yang mendukung pembangunan ekonomi dan sekaligus menjamin bahwa pembangunan sosial mendapat prioritas yang tinggi.
D.    Perkembangan Paradigma Pembangunan
Paradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Selama ini paradigma pembangunan mengalami proses perkembangan diantaranya meliputi: pertama diawali dengan paradigma pertumbuhan (growth paradigm), kedua pergeseran dari paradigma pertumbuhan menjadi paradigma kesejahteraan (welfare paradigm), ketiga adalah paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development paradigm). Paradigma pembangunan pada suatu waktu tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembangunannya. Peningkatan kualitas pembangunan yang benar-benar berorientasi untuk peningkatan kualitas hidup manusia dan kepentingan kesejahteraan rakyat adalah merupakan salah satu perwujudan good governance.
Berikut akan diuraikan secara berturut-turut beberapa paradigma pembangunan mulai dari strategi pertumbuhan, pertumbuhan dengan pemerataan teknologi tapat guna, kebutuhan dasar pembangunan, pembangunan berkelanjutan, konsep pemberdayaan, dan paradigma pembangunan berpusat pada manusia (Agus Suryono 2001).
1.      Strategi Pertumbuhan (Growth Strategy)
Melalui pendekatan ini, memang pada akhirnya banyak negara berkembang telah terbukti berhasil menngkatkan akumulasi kapital dan pendapatan perkapitalnya. Namun keberhasilan paradigma pertumbuhan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat yang negatif, terutama dampak sosial dan lngkungan hidup. Momentum pertumbuhan yang dicapai dengan pengorbanan besar ini misalnya, pengrusakan ekologis lingkungan, penyusutan sumber daya alam, timbulnya kesenjangan sosial, dan munculnya tingkat ketergantunagan negara berkembang kepada neagara maju, akhirnya memetik kritik tajam dari beberapa kelompok pemikir yang ditujukan pada paradigma ini misalnya dari Massachu setts Institute of Technology and Club of Rome yang memperingatkan bahwa jika laju pembangunan dunia dan pertumbuhan penduduk tetap dbiarkan seperti ini, maka lambat atau cepat akan terjad kehancuran total sistem planet bumi.
Dorongan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang setingginya seringkal mengakibatkan terabaikannya upaya pembinaan kelembagaan dan pembinaan kemampuan masyarakat. Pembangunan nasional yang dlaksanakan melalui central imposed blueprint plan yang dirumuskan oleh para teknorat terhadap alokasi sumber-sumber pembangunan cenderung sentralistik dan mengintervensi potensi masyarakat dan menumbuhkanhubungan ketergantungan antara rakyat dan birokrat. Karenanya sifat menjad dis-empowering dan kurang menekankan pada kemampuan masyarakat itu sendri untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Untuk mengatasi masalah ini, dapat ditanggulangi melalui suatu kombinasi kebijaksanaan, yang meliputi peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, usaha pemerataan yang lebih besar dalam pembagian pendapatan dan penurunan laju pertumbuhan penduduk.
2.      Pertumbuhan Dengan Pemerataan (Growth With Distribution)
Strateg ini untuk pertama kali dikemukakan oleh Singer (1972) dalam sebuah kertas kerja untuk misi lapangan kerja ILO ke Kenya. Growth With Distribution menggambatkan empat pendekatan pokok yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan golongan miskn, antara lain :
a.       Meningkatkan laju pertumbuhan GNP sampai tingkat maksimal dengan jalan meningkatkan tabungan dan mengalokasikan sumber-sumber daya secara lebih efisien, yang memanfaatnya dapat dinkmati oleh semua golongan masyarakat.
b.      Mengalihkan investasi ke golongan miskin dalam bentuk pendidikan, menyediakan kredit, fasilitas-fasilitas umum dan sebagainya.
c.       Mendistribusikan pendapatan atau konsumsi kepada golonagan miskin melalui sistem fiskal atau melalui alokasi barang-barang konsumsi secara langsung.
d.      Pengalihan harta atau tanah yang sudah ada kepada golongan-golongan miskin misalnya melalui land reform.
3.      Teknologi Tepat Guna (Appropriate Technology)
Pendekatan ini diyakini lebih sesuai untuk negara-negara berkembang karena melalui teknologi tepat guna ini maka sumber-sumber daya lokal yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan penduduk.
Misi teknologi tepat guna ini adalah mengurangi pengangguran melalui perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas kerja, meningkatkan dinamika dan kreatifitas masyarakat dalam berfikir dan bekerja, mempersiapkan masyarakat untuk mampu menerima perubahan dan pembaharuan teknologi, dan melatih sikap mandiri.
Namun demikian, pendekatan ini pun pada akhirnya juga dianggap tdak dapat memuaskan usaha-usaha penciptaan pemerataan pendapatan dan pertumbuhan nasional dalam rangka mengurangi jurang kesenjangan ekonomi dan sosial. Hal ini disebabkan antara lain, keterbatasan pengembangan teknologi tepat guna di negara sedang berkembang yatu :
a.       Tidak adanya institusi yang secara khusus bertugas untuk mengembangkan teknologi tepat guna.
b.      Selisih harga yangcukup besar antara teknologi impor dengan menciptakan sendiri teknologi baru di dalam negeri, dimana teknologi impor lebih murah dibanding dengan membuat sendiri di dalam negeri.
c.       Sistem nilai yang tidak mendukung, dimana para peneliti dan praktisi lebih suka bekerja dengan teknologi tinggi dari pada menggunakan teknologi madya, walaupun teknolog sederhana sudah diketahui secara luas akan dapat menampung tenaga kerja yang lebih banya dan ramah linkungan.
4.      Kebutuhan Dasar Pembangunan (Basic needs Development)
Konsep dasar pendekatan ini adalah penyediaan kebutuhan minimum bagi penduduk yang tergolong miskn. Kebutuhan minimum yang dimaksud tidak hanya terbatas pada hanya pangan, pakaian, dan papan saja melainkan juga kemudahan akses pada pelayanan air bersih, sanitasi, transport, kesehatan, dan pendidikan. Selama penduduk miskin sebagian besar terdapat di daerah pedesaan, maka pendekatan basic needs ini kemudian menjadi tekanan dan unggulan dari pembangunan desa.
Pada pertengahan 1970-an, pendekatan ini sangat populer dan telah mengesankan citra lain dari pembangunan yang dilakukan pada tahun1960-an yang lebih digerakkan oleh mitos-mitos pertumbuhan. Pada akhir 1970-an, “basic needs strategy” telah dianggap “kenangan masa lampau” dengan catatan-catatan besar yang menekankan pentingnya pembangunan di pedesaan, namun tak satupun yang dapat dihasilkan.
5.      Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Ide dasar dari konsep ini bermula dari “The Club of Rome” pada tahun 1972, yakni sekelompok orang yang terdiri dari para manajer, para ahli ilmu teknik, dan ilmuwan se-eropa yang berhasil menyusun suatu dokumen penting mengenai keprihatinan terhadap lingkungan. Pesan penting dari dokumen tersebut diantaranya, bahwa sumber daya alam telah berada pada suatu tingkat ketersediaan yang memprihatinkan dalam menunjang keberlanjutan pertumbuhan penduduk dan ekonomi.
Sustanable diartikan sebagai suatu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merugikan kebutuhan generasi masa datang. Resiko dan konsekuensi dari setiap pembangunan saat ini hendaknya jangan semuanya diwariskan pada generasi mendatang, melainkan harus dipertimbangkan secara adil bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.
6.      Konsep Pemberdayaan (Empowerment Concept)
Konsep empowerment sebagai suatu konsep alternatif pembangunan, pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung, melalui partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung. Sebagai titik fokusnya adalah persoalan lokalitas, sebab civil society akan lebih siap diberdayakan melalui isu-isu lokal.
Konsep ini muncul karena adanya dua hal yakni kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan linkungan yang berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan antar generasi, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
7.      Pembangunan Berpusat pada Manusia (People Centre Development)
Belajar dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada awal 1980-an di negara berkembang penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) didukung dengan pendekatan pembangunan manusia (human development) yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan sosial melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor kesehatan, perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya, kedamaian serta pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (public empowerment) agar dapat menjadi aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kemandirian dan etos kerja.
Fokus perhatian dari paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia ini (people centered development paradigm) ini adalah perkembangan manusia (human-growth), kesejahteraan (well-being), keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability). Dominasi pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia (balanced human ecology), sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa yang kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi optimal dari potensi manusia (Korten, 1984:300 dalam Tjokrowinoto, 1996).
Paradigma ini yang mendapatkan perhatian dalam proses pembangunan adalah:
a.       Pelayanan sosial (social service);
b.      Pembelajaran sosial (social learning);
c.       Pemberdayaan (empowerment);
d.      Kemampuan (capacity);
e.       Kelembagaan (institutional building)
BAB III
PENUTUP
Pembangunan sebagaimana realita pada umumnya, menjadi kegiatan untuk membangun dirinya sendiri yang kemudian menjadi acuan dalam proses pembangunan. Pembangunan seringkali menjadi semacam alat kepentingan bagi rezim pemerintahan yang berkuasa. Kesadaran suatu bangsa yang terbentuk melalui pengalamannya, baik pengalaman sukses maupun kegagalan-kegagalan yang dialami, amat menentukan interpretasi mereka tentang pembangunan. Namun, karena pengalaman suatu bangsa yang mempengaruhi kesadaran tersebut selalu berkembang dinamis, maka interpretasi mereka tentang pembangunan tidaklah statis dan mendeg. Melalui mata rantai perumusan dan demistifikasi paradigma pembangunan, terjadilah pergeseran-pergeseran paradigma tadi.
Paradigma pembangunan yang pada suatu waktu tertentu menjadi acuan pembangunan nasional dapat saja terjadi proses demistifikasi, digantikan oleh paradigma-paradigma baru yang bermunculan. Melalui proses ini, timbullah pergeseran-pergeseran paradigma pembangunan mulai dari paradigma pertumbuhan atau paradigma ekonomi murni, paradigma kesejahteraan, paradigma neo-ekonomi, paradigma dependensia, sampai ke paradigma pembangunan manusia.
Kecenderungan negara-negara berkembang untuk meniru negara-negara maju tersebut, seringkali dilakukan dengan cara mengambil unsur-unsur yang baik-baik saja tanpa mempertimbangkan faktor ekologi yang melatar belakangi prestasi negara-negara maju yang sesungguhnya dicapai melalui waktu berabad-abad dengan perjuangan kerja keras dar bangsanya untuk mencapai prestasi. Keinginan imitasi inilah yang dalam beberapa dasa warsa terakhir ini telah mendorong akselerasi tempo pergeseran paradigma pembangunan di negara-negara berkembang.

REFERENSI
Agus, Sryono. 2001. Ekonomi Politik Pembangunan dalam Perspektif Teori Ilmu Sosial.
Siagian, S.P. 2000. Manajemen Abad 21. Jakarta: Bumi Aksara.
Tjokrowinoto, M. 1996. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Total Tayangan Halaman

Ardi Helmi Putra. Diberdayakan oleh Blogger.