EKONOMI
POLITIK PEMBANGUNAN
TUGAS
UJIAN AKHIR SEMESTER
Perkembangan Paradigma
Pembangunan
Oleh:
ARDI
HELMI PUTRA
1101604/2011
JURUSAN
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu
Ekonomi Politik adalah bagian dari ilmu sosial yang berbasis pada dua
subdisiplin ilmu, yakni politik dan ekonomi. Pembelajaran Ilmu Ekonomi Politik
merupakan pembelajaran ilmu yang bersifat interdisiplin, yakni terdiri atas gabungan
dua disiplin ilmu dan dapat digunakan untuk menganalisis ilmu sosial lainnya
dengan isu-isu yang relevan dengan isu ekonomi politik. Ilmu ini mengkaji dua
jenis ilmu yakni ilmu politik dan ilmu ekonomi yang digabungkan menjadi satu
kajian ilmu ekonomi politik.
Dalam
penggunaannya secara tradisional, istilah ekonomi politik dipakai sebagai
sinonim atau nama lain dari istilah ilmu ekonomi. Fokus dari studi ekonomi
politik adalah fenomena-fenomena ekonomi secara umum, yang bergulir serta
dikaji menjadi lebih spesifik, yakni menyoroti interaksi antara faktor-faktor
ekonomi dan faktor-faktor politik. Namun, dalam perkembangan yang berikutnya,
istilah ekonomi politik selalu mengacu pada adanya interaksi antara aspek
ekonomi dan aspek politik. Adanya kelemahan instrumental ini menyebabkan banyak
kalangan ilmuwan dari kedua belah pihak berusaha untuk mempertemukan titik
temunya, sehingga para ilmuwan ini berusaha untuk mencoba mengkaji hal ini
dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dalam ekonomi politik.
Dalam
upaya memaksimalkan studi mengenai ekonomi politik, juga tidak boleh terlepas
dari sistem ekonomi di negara yang bersangkutan. Terkait dengan hal tersebut,
setidaknya dalam berbagai jenis yang ada, terdapat dua sistem ekonomi besar
dunia yang dibagi menjadi dua kategori pokok, yakni sistem ekonomi yang
berorentasi pasar (ekonomi liberal) dengan sistem ekonomi terencana atau yang
lebih dikenal sebagai sistem ekonomi terpusat (sosialis). Sehingga dalam studi
ekonomi politik akan ditemui masalah atau pertanyaan yang sama peliknya
mengenai bagaimana faktor-faktor politik itu mempengaruhi kondisi-kondisi
sosial ekonomi suatu negara.
Pembangunan
ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita
dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan
perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara. Pembangunan ekonomi
tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi (economic growth), pembangunan ekonomi
mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi memperlancar
proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah
proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam
bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut.
Adanya
pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Perbedaan
antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat
kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output
produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat
kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan
dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian
seperti dalam lembaga, pengetahuan, dan teknik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Paradigma
Paradigma dalam
disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya
yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan
bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat berarti seperangkat asumsi,
konsep, nilai, dan praktik yang di terapkan dalam memandang realitas dalam
sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam disiplin intelektual.
Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan
di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu
paradigma yang berarti suatu model atau pola, bahasa Yunani paradeigma
(para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan"
(para) dan memperlihatkan (deik).
Paradigman diartikan sebagai pola atau model atau
cara pandang terhadap suatu persoalan yang di dalamnya terdapat sejumlah asumsi
tertentu, teori tertentu, metode tertentu dan pemecahan masalah tertentu. Paradigma
yang satu dengan paradigma yang lain tidak dapat disamakan maupun dipersatukan,
tetapi dapat diperbandingkan.
Dalam pelaksanaan pembangunan di negara-negara
berkembang tidak terlepas pula dari teori-teori pembangunan yang dipergunakan
sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun menilai dan mengukur
kinerjanya. Teori pembangunan yang diterapkan adalah teori pembangunan yang
berusaha memecahkan masalah yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang
berkembang yang tentunya berbeda dengan teori pembangunan di negara yang telah
maju, karena berbagai faktor yang mempengaruhi, salah satunya misalnya untuk
negara miskin (sedang berkembang) menghadapi persoalan bagaimana mempertahankan
hidup (survival) sedangkan di negara yang sudah maju (adi kuasa) yang
telah mencapai kemapanan sosial ekonominya (establish) persoalan yang
dipikirkan adalah bagaimana mengembangkan politik prestisenya atau bahkan
bagaimana benar-benar menjadi “polisi dunia” dalam semua aspek kehidupan baik
politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun militer
dari bangsabangsa di dunia.
Paradigma merupakan elemen primer dalam progress
sains. Seorang ilmuwan selalu bekerja dengan paradigma tertentu, dan
teori-teori ilmiah dibangun berdasarkan paradigma dasar. Melalui sebuah
paradigma seorang ilmuwan dapat memecahkan kesulitan-kesulitan yang lahir dalam
kerangka ilmunya, sampai muncul begitu banyak anomali yang tidak dapat
dimasukkan ke dalam kerangka ilmunya sehingga menuntut adanya revolusi
paradigmatik terhadap ilmu tersebut.
Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan
tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan
apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.
B.
Pngertian
Paradigma Menurut Para Ahli
Pengertian paradigma menurut Patton(1975), “A world
view, a general perspective, a way of
breaking down of the complexity of the real world” (suatu pandangan
dunia, suatu cara pandang umum, atau suatu cara untuk menguraikan kompleksitas
dunia nyata).
Pengertian paradigma menurut Robert
Friedrichs(1970), “suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu
tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari.”
Pengertian paradigma menurut George Ritzer (1980),
“pandangan yang mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok
persoalan yang semestinya dipelajari oleh salah satu cabang atau disiplin ilmu
pengetahuan.” Lebih lanjut Ritzer mengungkapkan bahwa paradigma membantu
merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan yang harus
dijawab, bagaimana harus menjawabnya, serta aturan-aturan apa yang harus
diikuti dalam menginterpretasikan informasi yang harus dikumpulkan informasi
yang dikumpulkan dalam menjawab persoalan-persoalan tersebut. Dari pengertian
ini dapat disimpulkan, dalam suatu cabang ilmu pengetahuan dimungkinkan
terdapat beberapa paradigma. Artinya dimungkinkan terdapatnya beberapa
komunitas ilmuwan yang masing-masing berbeda titik pandangnya tentang apa yang
menurutnya menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari dan diteliti oleh
cabang ilmu pengetahuan tersebut.
Pengertian paradigma menurut Masterman
diklasifikasikan dalam 3 pengertian paradigma :
1. Paradigma
metafisik yang mengacu pada sesuatu yang menjadi pusat kajian ilmuwan.
2. Paradigma
sosiologi yang mengacu pada suatu kebiasaan sosial masyarakat atau penemuan
teori yang diterima secara umum.
3. Paradigma
konstrak sebagai sesuatu yang mendasari bangunan konsep dalam lingkup tertentu,
misalnya paradigma pembangunan, paradigma pergerakan dll.
Masterman sendiri merumuskan paradigma sebagai
pandangan mendasar dari suatu ilmu yang menjadi pokok persoalan yang dipelajari
(a fundamental image a dicipline has of its subject matter).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan
berbagai bentuk pandangan yang mendasar yang dilakukan seseorang untuk
dijadikan sebagai pokok dalam menjawab persoalan yang harus dijawab serta dapat
merumuskan apa yang seharusnya dipelajari.
C.
Pembangunan
dan Distorted Development
Istilah “Pembangunan” dewasa ini digunakan secara
luas. Hampir semua orang mengaitkannya dengan proses perubahan ekonomi yang
langsung lewat industrialisasi. Istilah inipun mengisyaratkan suatu proses
perubahan sosial akibat urbanisasi, pengambilan gaya hidup modern dan
perilaku-perilaku lainnya. Lebih jauh lagi pembangunan memiliki konotasi
kesejahteraan yang menunjukkan bahwa pembangunan memperkuat pemasukan
masyarakat dan meningkatkan derajat pendidikan, kondisi perumahan dan status
mereka. Namun di antara berbagai makna ini, konsep pembangunan paling sering
diasosiasikan dengan perubahan ekonomi. Hampir semua orang mengartikan
pembangunan dengan kemajuan ekonomi.
Para pengecam yang berpendapat pesemis akan
mempersoalkan hal-hal yang positif dengan segala pembenarannya. Mereka mencatat
bahwa kemiskinan yang membelit masih menjadi karakter berjuta-juta orang di
Afrika, Asia dan Amerika Latin. Kondisi-kondisi perumahan di banyak kota di
negara dunia ketiga masih amat menyedihkan, hantu kelaparan masih mengganggu
jutaan penduduk desa, anak-anak jalanan membanjiri jalan raya, banyak sekali
pemuda yang meniggal dalam usia muda dan masih sangat banyak eksploitasi tenaga
kerja dewasa maupun anak-anak. Banyak orang biasa melihat bahwa di
negara-negara industrial makmur sekalipun, masih belum terselesaikan masalah
gelandangan, pelacuran dan lain-lain di pusat kota, mereka yang percaya bahwa
pada abad ini hanya sedikit terjadi kemajuan sosial, akan mencatat bahwa
bencana perang terus merenggut nyawa jutaan orang dan mengamati bahwa banyak
penguasa diktator yang masih bercokol menguasai negara dalam jangka waktu yang
panjang.
Gejala kemiskinan yang masih bertahan di tengah
riuhnya kemakmuran ekonomi adalah salah satu masalah paling problematis dalam
pembangunan dewasa ini. Di berbagai belahan dunia, pembangunan ekonomi tidak
disetai oleh tingkat kemajuan sosial yang sesuai. Gejala ini sering disebut
sebagai pembangunan yang terdistorsi (Distorted Development). Pembangunan
terdistorsi muncul dalam masyarakat, dimana pembangunan ekonomi tidak diikuti
oleh pembangunan sosial yang setaraf. Di negara-negara tersebut masalahnya
bukan tidak ada pembangunan ekonomi, melainkan lebih pada gejala-gejala
menyelaraskan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial dan kegagalan
untuk memberi jaminan bahwa hasil-hasil kemajuan ekonomi dapat disebar merata
di masyarakat.
Kita tidak dapat memungkiri bahwa meskipun tingkat
pembangunan ekonominya tinggi, ternyata kondisi pembangunan terdistorsi juga
terjadi dalam skala yang mengejutkan di negara-negara industrial seperti
Inggris dan AS. Di kedua negara ini pembangunan ekonomi tidak berhasil mengikis
kemiskinan dan memberi kesejahteraan secara merata. Ini bukan berarti bahwa
tidak ada kemajuan sosial sama sekali di kedua negara tersebut. Tidak dapat
dipungkiri bahwa standar hidup di kedua negara tersebut cukup tinggi.
Permasalahannya adalah bahwa segmen-segmen masyarakat tertentu masih belum
menikmati petumbuhan ekonomi itu. Di negara ini masalah pembangunan terdistorsi
paling terlihat pada daerah-daerah kumuh di pusat kota dan masyarakat miskin di
pedesaan. Pusat-pusat kota semakin rusak, tidak hanya secara fisik melainkan
juga secara sosial. Di sana terdapat kemiskinan, pengangguran, kejahatan,
pecahnya keluarga, penggunaan obat terlarang dan gejala kemerosotan sosial
lainnya.
Di samping itu penindasan terhadap kaum wanita dan
kerusakan lingkungan juga merupakan akibat kondisi pembangunan terdistorsi. Di
negara dunia ketiga. Seperti disebut di atas, relatif sedikit negara dunia ketiga
yang tidak atau sedikit mengalami pertumbuhan ekonomi sejak perang dunia II.
Namun di kebanyakan Negara, proses pembangunan yang mengalami distorsi sangat
besar. Contoh paling dramatis adalah Amerika Latin, dimana tingkat pertumbuhan
ekonomi sangat mengesankan namun kemiskinan dan kemerosotan tidaklah berkurang.
Contoh pembangunan terdistorsi juga ditemukan di Afrika dan Asia, khususnya di
negara-negara dimana kemakmuran ekonominya dicapai lewat eksploitasi sumber
daya alam.
Masyarakat yang mengalami pembangunan yang
terdistorsi akan berbeda dengan masyarakat dimana terdapat kesinambungan yang
lebih baik antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial. Negara Eropa
seperti Austria, Swedia dan Swiss dewasa ini memiliki taraf kehidupan paling
tinggi di dunia bukan semata-mata karena pencapaian ekonomi, melainkan karena
usaha-usaha sistematis untuk meningkatkan pembangunan sosial. Masalah
pembangunan terdistorsi juga telah berkurang di beberapa negara berkembang
seperti Costarica, Singapura dan Taiwan dimana upaya-upaya sistematis telah
mempercepat perkembangan ekonomi sosial. Meskipun negara-negara ini bukan
utopi, artinya bebas dari masalah-masalah dan ketegangan sosial, namun mereka
bisa menjamin bahwa pembangunan ekonomi telah dibarengi dengan komitmen yang
riil terhadap pembangunan sosial. Namun, bagaimanapun negara-negara tersebut
hanya sedikit dan masalah-masalah pembangunan terdistorsi dewasa ini masih
meluas terutama di dunia ketiga. Pembangunan terdistorsi juga menjadi sebuah
masalah serius di negara Eropa Timur yang baru terliberalisasi serta bekas
negara Uni Soviet. Untuk memecahkan masalah pembangunan terdistorsi, diperlukan
langkah-langkah yang mendukung pembangunan ekonomi dan sekaligus menjamin bahwa
pembangunan sosial mendapat prioritas yang tinggi.
D.
Perkembangan
Paradigma Pembangunan
Paradigma pembangunan adalah cara pandang terhadap
suatu persoalan pembangunan yang dipergunakan dalam penyelenggaraan pembangunan
dalam arti pembangunan baik sebagai proses maupun sebagai metode untuk mencapai
peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat. Selama ini
paradigma pembangunan mengalami proses perkembangan diantaranya meliputi:
pertama diawali dengan paradigma pertumbuhan (growth paradigm), kedua
pergeseran dari paradigma pertumbuhan menjadi paradigma kesejahteraan (welfare
paradigm), ketiga adalah paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia
(people centered development paradigm). Paradigma pembangunan pada suatu waktu
tertentu dipergunakan sebagai acuan pada proses pembangunan bangsa di suatu
negara, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembangunannya. Peningkatan
kualitas pembangunan yang benar-benar berorientasi untuk peningkatan kualitas
hidup manusia dan kepentingan kesejahteraan rakyat adalah merupakan salah satu
perwujudan good governance.
Berikut akan diuraikan secara berturut-turut
beberapa paradigma pembangunan mulai dari strategi pertumbuhan, pertumbuhan dengan
pemerataan teknologi tapat guna, kebutuhan dasar pembangunan, pembangunan
berkelanjutan, konsep pemberdayaan, dan paradigma pembangunan berpusat pada manusia
(Agus Suryono 2001).
1.
Strategi
Pertumbuhan (Growth Strategy)
Melalui pendekatan ini, memang pada akhirnya banyak
negara berkembang telah terbukti berhasil menngkatkan akumulasi kapital dan
pendapatan perkapitalnya. Namun keberhasilan paradigma pertumbuhan untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah membawa berbagai akibat yang
negatif, terutama dampak sosial dan lngkungan hidup. Momentum pertumbuhan yang
dicapai dengan pengorbanan besar ini misalnya, pengrusakan ekologis lingkungan,
penyusutan sumber daya alam, timbulnya kesenjangan sosial, dan munculnya
tingkat ketergantunagan negara berkembang kepada neagara maju, akhirnya memetik
kritik tajam dari beberapa kelompok pemikir yang ditujukan pada paradigma ini
misalnya dari Massachu setts Institute of
Technology and Club of Rome yang memperingatkan bahwa jika laju pembangunan
dunia dan pertumbuhan penduduk tetap dbiarkan seperti ini, maka lambat atau
cepat akan terjad kehancuran total sistem planet bumi.
Dorongan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
setingginya seringkal mengakibatkan terabaikannya upaya pembinaan kelembagaan
dan pembinaan kemampuan masyarakat. Pembangunan nasional yang dlaksanakan
melalui central imposed blueprint plan
yang dirumuskan oleh para teknorat terhadap alokasi sumber-sumber pembangunan
cenderung sentralistik dan mengintervensi potensi masyarakat dan
menumbuhkanhubungan ketergantungan antara rakyat dan birokrat. Karenanya sifat
menjad dis-empowering dan kurang menekankan pada kemampuan masyarakat itu
sendri untuk mengaktualisasikan segala potensinya.
Untuk mengatasi masalah ini, dapat ditanggulangi
melalui suatu kombinasi kebijaksanaan, yang meliputi peningkatan laju
pertumbuhan ekonomi, usaha pemerataan yang lebih besar dalam pembagian
pendapatan dan penurunan laju pertumbuhan penduduk.
2.
Pertumbuhan
Dengan Pemerataan (Growth With Distribution)
Strateg
ini untuk pertama kali dikemukakan oleh Singer (1972) dalam sebuah kertas kerja
untuk misi lapangan kerja ILO ke Kenya. Growth
With Distribution menggambatkan empat pendekatan pokok yang diharapkan
dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan golongan miskn, antara lain :
a. Meningkatkan
laju pertumbuhan GNP sampai tingkat maksimal dengan jalan meningkatkan tabungan
dan mengalokasikan sumber-sumber daya secara lebih efisien, yang memanfaatnya
dapat dinkmati oleh semua golongan masyarakat.
b. Mengalihkan
investasi ke golongan miskin dalam bentuk pendidikan, menyediakan kredit,
fasilitas-fasilitas umum dan sebagainya.
c. Mendistribusikan
pendapatan atau konsumsi kepada golonagan miskin melalui sistem fiskal atau
melalui alokasi barang-barang konsumsi secara langsung.
d. Pengalihan
harta atau tanah yang sudah ada kepada golongan-golongan miskin misalnya
melalui land reform.
3.
Teknologi
Tepat Guna (Appropriate Technology)
Pendekatan ini diyakini lebih sesuai untuk
negara-negara berkembang karena melalui teknologi tepat guna ini maka
sumber-sumber daya lokal yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai sumber
penghasilan penduduk.
Misi teknologi tepat guna ini adalah mengurangi
pengangguran melalui perluasan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan
melalui peningkatan produktivitas kerja, meningkatkan dinamika dan kreatifitas
masyarakat dalam berfikir dan bekerja, mempersiapkan masyarakat untuk mampu
menerima perubahan dan pembaharuan teknologi, dan melatih sikap mandiri.
Namun demikian, pendekatan ini pun pada akhirnya
juga dianggap tdak dapat memuaskan usaha-usaha penciptaan pemerataan pendapatan
dan pertumbuhan nasional dalam rangka mengurangi jurang kesenjangan ekonomi dan
sosial. Hal ini disebabkan antara lain, keterbatasan pengembangan teknologi
tepat guna di negara sedang berkembang yatu :
a. Tidak
adanya institusi yang secara khusus bertugas untuk mengembangkan teknologi
tepat guna.
b. Selisih
harga yangcukup besar antara teknologi impor dengan menciptakan sendiri
teknologi baru di dalam negeri, dimana teknologi impor lebih murah dibanding
dengan membuat sendiri di dalam negeri.
c. Sistem
nilai yang tidak mendukung, dimana para peneliti dan praktisi lebih suka
bekerja dengan teknologi tinggi dari pada menggunakan teknologi madya, walaupun
teknolog sederhana sudah diketahui secara luas akan dapat menampung tenaga
kerja yang lebih banya dan ramah linkungan.
4.
Kebutuhan
Dasar Pembangunan (Basic needs Development)
Konsep dasar pendekatan ini adalah penyediaan
kebutuhan minimum bagi penduduk yang tergolong miskn. Kebutuhan minimum yang
dimaksud tidak hanya terbatas pada hanya pangan, pakaian, dan papan saja
melainkan juga kemudahan akses pada pelayanan air bersih, sanitasi, transport,
kesehatan, dan pendidikan. Selama penduduk miskin sebagian besar terdapat di
daerah pedesaan, maka pendekatan basic needs ini kemudian menjadi tekanan dan
unggulan dari pembangunan desa.
Pada pertengahan 1970-an, pendekatan ini sangat
populer dan telah mengesankan citra lain dari pembangunan yang dilakukan pada
tahun1960-an yang lebih digerakkan oleh mitos-mitos pertumbuhan. Pada akhir
1970-an, “basic needs strategy” telah dianggap “kenangan masa lampau” dengan
catatan-catatan besar yang menekankan pentingnya pembangunan di pedesaan, namun
tak satupun yang dapat dihasilkan.
5.
Pembangunan
Berkelanjutan (Sustainable Development)
Ide dasar dari konsep ini bermula dari “The Club of
Rome” pada tahun 1972, yakni sekelompok orang yang terdiri dari para manajer,
para ahli ilmu teknik, dan ilmuwan se-eropa yang berhasil menyusun suatu
dokumen penting mengenai keprihatinan terhadap lingkungan. Pesan penting dari
dokumen tersebut diantaranya, bahwa sumber daya alam telah berada pada suatu
tingkat ketersediaan yang memprihatinkan dalam menunjang keberlanjutan
pertumbuhan penduduk dan ekonomi.
Sustanable diartikan sebagai suatu pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa merugikan kebutuhan generasi masa
datang. Resiko dan konsekuensi dari setiap pembangunan saat ini hendaknya
jangan semuanya diwariskan pada generasi mendatang, melainkan harus
dipertimbangkan secara adil bagi generasi sekarang dan generasi mendatang.
6.
Konsep
Pemberdayaan (Empowerment Concept)
Konsep empowerment sebagai suatu konsep alternatif
pembangunan, pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan
dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandaskan pada sumber daya pribadi,
langsung, melalui partisipasi, demokrasi, dan pembelajaran sosial melalui
pengalaman langsung. Sebagai titik fokusnya adalah persoalan lokalitas, sebab
civil society akan lebih siap diberdayakan melalui isu-isu lokal.
Konsep ini muncul karena adanya dua hal yakni
kegagalan dan harapan. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model-model
pembangunan ekonomi dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan linkungan yang
berkelanjutan. Sedangkan harapan, muncul karena adanya alternatif-alternatif
pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, persamaan
antar generasi, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
7.
Pembangunan
Berpusat pada Manusia (People Centre Development)
Belajar dari pengalaman pada dasawarsa ketiga pada
awal 1980-an di negara berkembang penerapan konsep pembangunan yang
berkelanjutan (sustainable development) didukung dengan
pendekatan pembangunan manusia (human development) yang ditandai
dengan pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada pelayanan sosial melalui
pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor kesehatan,
perbaikan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga diarahkan pada upaya mewujudkan
keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya, kedamaian serta pembangunan yang
berpusat pada manusia (people centered development) dan berorientasi
pada pemberdayaan masyarakat (public empowerment) agar dapat menjadi
aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam
pembangunan, kemandirian dan etos kerja.
Fokus perhatian dari paradigma pembangunan yang
berpusat pada manusia ini (people centered development paradigm) ini
adalah perkembangan manusia (human-growth), kesejahteraan (well-being),
keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability). Dominasi
pemikiran dalam paradigma ini adalah keseimbangan ekologi manusia (balanced
human ecology), sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa yang
kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi optimal dari potensi manusia
(Korten, 1984:300 dalam Tjokrowinoto, 1996).
Paradigma ini yang mendapatkan perhatian dalam proses
pembangunan adalah:
a.
Pelayanan sosial (social service);
b. Pembelajaran
sosial (social learning);
c. Pemberdayaan
(empowerment);
d. Kemampuan
(capacity);
e. Kelembagaan
(institutional building)
BAB
III
PENUTUP
Pembangunan sebagaimana realita pada umumnya,
menjadi kegiatan untuk membangun dirinya sendiri yang kemudian menjadi acuan
dalam proses pembangunan. Pembangunan seringkali menjadi semacam alat
kepentingan bagi rezim pemerintahan yang berkuasa. Kesadaran suatu bangsa yang
terbentuk melalui pengalamannya, baik pengalaman sukses maupun
kegagalan-kegagalan yang dialami, amat menentukan interpretasi mereka tentang
pembangunan. Namun, karena pengalaman suatu bangsa yang mempengaruhi kesadaran
tersebut selalu berkembang dinamis, maka interpretasi mereka tentang
pembangunan tidaklah statis dan mendeg. Melalui mata rantai perumusan dan
demistifikasi paradigma pembangunan, terjadilah pergeseran-pergeseran paradigma
tadi.
Paradigma pembangunan yang pada suatu waktu tertentu
menjadi acuan pembangunan nasional dapat saja terjadi proses demistifikasi,
digantikan oleh paradigma-paradigma baru yang bermunculan. Melalui proses ini,
timbullah pergeseran-pergeseran paradigma pembangunan mulai dari paradigma
pertumbuhan atau paradigma ekonomi murni, paradigma kesejahteraan, paradigma
neo-ekonomi, paradigma dependensia, sampai ke paradigma pembangunan manusia.
Kecenderungan negara-negara berkembang untuk meniru negara-negara
maju tersebut, seringkali dilakukan dengan cara mengambil unsur-unsur yang
baik-baik saja tanpa mempertimbangkan faktor ekologi yang melatar belakangi
prestasi negara-negara maju yang sesungguhnya dicapai melalui waktu
berabad-abad dengan perjuangan kerja keras dar bangsanya untuk mencapai
prestasi. Keinginan imitasi inilah yang dalam beberapa dasa warsa terakhir ini
telah mendorong akselerasi tempo pergeseran paradigma pembangunan di
negara-negara berkembang.
REFERENSI
Agus,
Sryono. 2001. Ekonomi Politik Pembangunan
dalam Perspektif Teori Ilmu Sosial.
Siagian,
S.P. 2000. Manajemen Abad 21.
Jakarta: Bumi Aksara.
Tjokrowinoto,
M. 1996. Pembangunan Dilema dan Tantangan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.