SISTEM HUKUM INDONESIA
“KONSEP DASAR TENTANG HUKUM”
DOSEN
PEMBINA:
Aldri Frinaldi, SH, M.Hum
Ardi Helmi Putra
1101604/2011
PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK
FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, mata kuliah Sistem Hukum Indonesia
(SHI). Dalam pembuatan makalah ini,
masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang dimiliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam
pembuatan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga
kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada dosen pembimbing dan pada teman-teman semua. Semoga materi ini dapat
bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi teman-teman semua sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Amiin.
Padang, 14 Februari 2012
ARDI HELMI PUTRA
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
|
||
DAFTAR ISI
|
||
BAB I PENDAHULUAN
|
||
A.
|
Latar
Belakang
|
|
B.
|
Pokok
Permasalahan
|
|
BAB II PEMBAHASAN
|
||
A.
|
Hubungan
Masyarakat dengan Keberadaan Kaidah
|
|
B.
|
Macam-macam
Kaidah
|
|
C.
|
Pengertian
Hukum
|
|
D.
|
Sistem
Hukum
|
|
E.
|
Tujuan
dan Fungsi Hukum
|
|
F.
|
Peristiwa
Hukum
|
|
G.
|
Sejarah
Hukum Indonesia
|
|
H.
|
Sistem
Hukum di Indonesia
|
|
REFERENSI
|
BAB I
PENDAHULUAN
Memperhatikan perkembangan sistem
hukum Indonesia, kita akan melihat adanya ciri-ciri yang spesifik dan menarik
untuk dikaji. Sebelum pengaruh hukum dari penjajahan Belanda di Indonesia
berlaku hukum adat dan hukum Islam yang berbeda-beda dari berbagai masyarakat
adat di Indonesia dari setiap kerajaan dan etnik yang berbeda. Setelah masuk
penjajah Belanda membawa hukumnya sendiri yang sebagian besarnya merupakan
konkordansi dengan hukum yang berlaku di Belanda yaitu hukum tertulis dan
perundang-undangan yang bercorak positivis. Walaupun demikian Belanda menganut
politik hukum adat (adatrechtpolitiek), yaitu membiarkan hukum adat
itu berlaku bagi golongan masyarakat Indonesia asli dan hukum Eropa berlaku
bagi kalangan golongan Eropa yang bertempat tinggal di Indonesia (Hindia
Belanda). Dengan demikian pada masa Hindia Belanda berlaku pluralisme hukum. Perkembangan
hukum di Indonesia menunjukkan kuatnya pengaruh hukum kolonial dan meninggalkan
hukum adat.
A.
Latar
Belakang
Hukum adalah sebuah perkara yang
selalu diucapkan oleh setiap golongan yang memiliki latar belakang yang
berlainan; seperti ulama misalnya berkata “hukum solat adalah wajib”, atau
seorang guru yang berkata pada muridnya “barangsiapa yang datang lambat akan
dihukum berdiri selama satu jam”. Tidak luput dari ucapan seorang filosof yang
berkata “hukum alam sudah menentukan hal tersebut”. Akan tetapi, dari sekian
orang yang mendengar kata-kata tersebut, sangat jarang yang mengerti apakah
hukum itu sebenarnya, serta berbagai sosok yang berhubungan dengannya. Agar
dapat memahami apakah hukum itu, setiap perkara yang berkaitan dengan hukum itu
haruslah diteliti, seperti unsur, ciri-ciri, sifat, fungsi, dan yang paling
penting adalah tujuan dari wujudnya hukum tersebut. Dengan mengetahui
perkara-perkara ini, hukum dapat dimaknai dengan makna yang sebenarnya sehingga
tidak akan menyisakan keraguan akan keberadaannya dari segi kenapa manusia
perlu hukum.
B.
Pokok
Permasalahan
Dari pembahasan yang akan kita bahas
ini, akan muncul suatu pokok permasalahan yang ada di dalam sebuah sistem hukum
di Indonesia ini, seperi :
1. Apa
konsep dasar tentang hukum ?
2. Pengertian
hukum ?
3. Apa
itu sistem hukum ?
4. Bagaiman
sejarah hukum di Indonesia ?
5. Menjelaskan
apa tujuan dan fungsi hukum ?
6. Serta
bagaimana sistem hukum di Indonesia ini ?
BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Dasar Tentang Hukum
A.
Hubungan
Masyarakat dengan Keberadaan Kaidah
Manusia sebagai makhluk monodualistik adalah manusia selain sebagai makhluk individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yg menyendiri
namun manusia juga sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat. Manusia lahir, hidup, dan berkembang, dan meninggal
dunia di dalam masyarakat.
Menurut Aristoteles (Yunani, 384-322 SM), bahwa manusia itu adalah ZOON POLITICON, artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama
manusia lainnya, jadi makhluk yg suka bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya
suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial. Terjadilah hubungan satu sama lain yang didasari adanya kepentingan, dimana
kepentingan tersebut satu sama lain saling berhadapan atau berlawanan dan ini tidak menutup
kemungkinan timbul kericuhan. Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau
kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Disinilah peran hukum mengatur kepetingan2 tersebut agar kepentingan
masing-masing terlindungi, sehingga masing-masing mengetahui hak dan kewajiban.
Pada akhirnya dengan adanya hukum masyarakat akan hidup aman, tentram, damai,
adil dan makmur.
Dapat kita ambil kesimpulan, bahwa dimana ada masyarakat
disitu ada hukum (ubi societes ibi
ius). Hukum ada sejak
masyarakat ada. Dapat dipahami disini bahwa hukum itu sesungguhnya adalah
produk otentik dari masyarakat itu sendiri yang merupakan kristalisasi dari
naluri, perasaan, kesadaran, sikap, perilaku, kebiasaan, adat, nilai, atau
budaya yang hidup di masyarakat. Bagaimana corak dan warna hukum yang dikehendaki untuk mengatur seluk beluk
kehidupan masyarakat yang bersangkutanlah yang menentukan sendiri. Suatu masyarakat yang menetapkan tata hukumnya bagi masyarakat itu sendiri
dalam berlakunya tata hukum itu artinya artinya tunduk pada tata hukum hukum
itu disebut masyrakat hukum.
Ada alasan Masyarakat mematuhi hukum (Utrecht) :
1. Karena orang merasakan bahwa peraturan2 itu dirasakan sebagai hukum. Mereka
benar-benar berkepentingan akan berlakunya peraturan tersebut
2. Karena ia harus menerimanya supaya ada rasa ketentraman. Ia menganggap
peraturan hukum secara rasional (rationeele aanvaarding). Penerimaan rasional
ini sebagai akibat adanya sanksi hukum. Agar tidak mendapatkan kesukaran2 orang
memilih untuk taat saja pada peraturan hukum karena melanggar hukum mendapat
sanksi hukum.
B.
Macam-macam
Kaidah
Kaidah
dasar dalam pembentukan hukum adalah sebagai berikut :
a. Pancasila
Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
1.
Nilai-nilai Pancasila pada hakikatnya merupakan kristalisasi
nilai-nilai yang digali dari bangsa Indonesia sendiri.
2.
Nilai-nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, & nilai keadilan telah ada dan tercermin dan
terkadung dalam kehidupan masyarakat yang berupa adat istiadat, kebudayaan,
& kebiasaan dalam memecahkan permasalahan mereka sehari-hari.
3.
Susunan isi, & esensi nilai-nilai pancasila dapat
dikategorikan kedalam tiga lingkup :
·
Umum Universal (pangkal tolak penjabarannya dalam
bidang-bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia, serta penerapannya dalam
berbagai bidang kehidupan).
·
Umum Kolektif (sebagai pedoman kolektif Negara dan
bangsa Indonesia terutama dalam penegakkan tertib hukum Indonesia.
·
Khusus Konkrit (isi, arti, & esensi pancasila
dapat dijabarkan dalam berbagai bidang kehidupan.
b. Pancasila
Sebagai Dasar Negara
1.
Pancasila merupakan landasan fundamental sebagai
penyelenggara Negara. Unsur-unsur Pancasila telah dimiliki oleh bangsa
Indonesia sebagai kristalisasi dari asas-asas dalam kebudayaan, nilai-nilai
ketuhanan, yang kemudian diformulasikan oleh para pendiri Negara sebagai dasar
Negara.
2.
Pancasila memiliki kedudukan yuridis sebagai dasar
Negara sejak 18 agustus 1945 dimana bersamaan dengan diundangkannya UU 1945.
3.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia
membawa konsekuensi logis, yakni kekuatan imperative atau memaksa secara hukum,
kekuatan imperative atau memaksa artinya menuntut warga Negara untuk taat dan
tunduk kepada pancasila & aturan hukum yang dijiwainya.
4.
Pelanggaran terhadap Pancasila dan peraturan-peraturan
yang dijiwainya diikuti dengan sanksi hukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
5.
Pembukaan UUD 45 yang didalamnya tercantum sila-sila
dalam Pancasila tidak dapat diubah, dengan demikian, kedudukan secara
konstitusi tidak dapat diubah.
6.
Untuk mengatur ketertiban masyarakat dalam mencapai tujun
hidup bernegara. Menurut UU No. 10 thn 2004. tentang pembentukan peraturan,
perundang-undangan, tata urutan perundingan adalah sebagai berikut :
·
Pancasila,
·
UUD 45,
·
Peraturan Pemerintah Pengganti UU,
·
Peraturan Pemerintah (PR),
·
Peraturan Presiden,
·
Peraturan Daerah.
C.
Pengertian
Hukum
Hukum
merupakan kata yang sering menghiasi kehidupan sehari-hari, terutama melalui
berita di media massa. Marilah kita melihat apa definisi dari konsep dasar
hukum itu sendiri. Hukum adalah
sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan
dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan
masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam
hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum
pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat
menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi
penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan
politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih.
Berikut pengertian hukum
menurut para ahli antara lain :
1.
Pengertian hukum menurut Aristoteles.
Sesuatu yang
berbeda dari sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan
hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di
pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.
2.
Pengertian hukum menurut Hugo de Grotius.
Peraturan
tentang tindakan moral yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang
kemerdekaan (law is rule of moral action obligation to that which is right).
3.
Pengertian hukum menurut Leon Duguit.
Semua aturan
tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat
tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan
bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang
melakukan pelanggaran itu.
4.
Pengertian hukum menurut Immanuel Kant.
Keseluruhan
syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat
menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti
peraturan hukum tentang kemerdekaan.
5.
Pengertian hukum menurut Roscoe Pound.
Sebagai tata
hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara manusia dengan individu lainnya,
dan hukum merupakan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu
lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar kewenangan dari
putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif Law as a tool of social
engineering.
6.
Pengertian hukum menurut John Austin.
Seperangkat
perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada
warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak
yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.
7.
Pengertian hukum menurut Van Vanenhoven.
Suatu gejala
dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan berbenturan
tanpa henti dari gejala-gejala lain.
8.
Pengertian hukum menurut Prof. Soedkno Mertokusumo.
Keseluruhan
kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama,
keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama,
yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
9.
Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja.
Keseluruhan
asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga
meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam
masyarakat.
10.
Pengertian hukum menurut Karl Von Savigny.
Aturan yang
terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui
pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia,
dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga
masyarakat
11.
Pengertian hukum menurut Holmes.
Apa yang
dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.
12.
Pengertian hukum menurut Soerjono Soekamto.
Mempunyai
berbagai arti:
·
Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hukum
·
Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang
kenyataan
·
Hukum dalam arti kadah atau norma
·
Hukum dalam ari tata hukum/hukum positf tertulis
·
Hukum dalam arti keputusan pejabat
·
Hukum dalam arti petugas
·
Hukum dalam arti proses pemerintah
·
Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg
·
Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai.
Dari beberapa definisi dan
pengertian hukum diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara umum hukum adalah
peraturan tingkah laku manusia, yang diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwajib, yang bersifat memaksa, harus dipatuhi, dan memberikan sanksi tegas
bagi pelanggar peraturan tersebut (sanksi itu pasti dan dapat dirasakan nyata
bagi yang bersangkutan).
D. Sistem Hukum
Sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu systema yang dapat
diartikan sebagai keseluruhan yang terdiri dari macam-macam bagian. Menurut Prof. Subekti, SH, sistem adalah suatu susunan atau
tataan yang teratur, suatu keseluruh yang tediri atas bagian-bagian yang
berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari
suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan. Sistem merupakan tatanan atau
kesatuan yang utuh yang terdiri dari
bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh terdapat suatu pertentangan atau
benturan antara bagian-bagian. Selain itu juga tidak boleh terjadi duplikasi
atau tumpang tindih diantara bagian-bagian itu. Suatu sistem mengandung
beberapa asas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya.
Sistem adalah satu kesatuan yang
terdiri dari bagian-bagian sebagai unsur pendukung. Masing-masing bagian atau
unsur tersebut saling berhubungan secara fungsional, resiprosal (timbal-balik,
pengaruh-mempengaruhi) dan saling ketergantungan (interdependent).
Bagian-bagian
dari hukum merupakan unsur-unsur yang mendukung hukum sebagai suatu kesatuan
(integral) dalam suatu jaringan dengan hubungan yang fungsional, resiprosal dan
interdepedensi. Misal antara HTN, HAN, hukum pidana, hukum perdata, dst yang
mengarah pada tujuan yang sama yaitu menciptakan kepastian hukum keadilan dan
kegunaan. Sistem tidak terlepas dari
asas-asas yang mendukungnya.
Untuk itu hukum adalah suatu sistem artinya suatu susunan atau tataan
teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian
yang berkaitan satu sama lain. Misalnya dalam hukum perdata sebagai sistem hukum positif. Sebagai
keseluruhan di dalamnya terdiri dari bagian-bagian yang mengatur tentang hidup
manusia sejak lahir sampai meninggal dunia. Dari bagian-bagian itu dapat dilihat kaitan aturannya sejak seseorang
dilahirkan, hidup sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban dan suatu
waktu keinginan untuk melanjutkan keturunan dilaksanakan dengan membentuk keluarga. Dalam kehidupan
sehari-hari manusia juga memiliki kekayaan yang dipelihara dan dipertahankan
dengan baik. Pada saat meninggal dunia semuanya akan ditinggalkan untuk
diwariskan kepada yang berhak. Dari bagian-bagian sistem hukum perdata itu, ada aturan-aturan hukumnya
yang berkaitan secara teratur. Keseluruhannnya merupakan peraturan hidup
manusia dalam keperdataan (hubungan manusia satu sama lainnya demi hidup).
Dengan
kata lain sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam
interaksi satu sama lain yg merupakan satu kesatuan yg terorganisasi dan
kerjasama ke arah tujuan kesatuan.
Sistem hukum juga ada kaitannya
dengan tata hukum, yaitu sitem hukum menunjukkan adanya unsur-unsur dan sifat
hubungannya, sedangkan tata hukum menunjukkan struktur dan proses hubungan dari
unusr-unsur hukum. Pembagian sistem hukum dapat dilihat dari peraturan atau
norma hukum yang kemudian dikelompokkan dan disusun dalam suatu struktur atau
keseluruhan dari berbagai struktur. Misal UU Pajak dan UU Kepegawaianyang
dikelompokkan sebagai HAN.
E.
Tujuan dan
Fungsi Hukum
1. Tujuan Hukum
Sesuai
dengan banyaknya pendapat tentang pengertian hukum, maka tujuan hukum juga
terjadi perbedaan pendapat antara satu ahli dengan ahli yang lain. Berikut ini
beberapa pendapat ahli hukum tentang tujuan hukum :
a. Prof. Lj. Van Apeldorn
: Tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan
adil. Demi mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil
dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama
lain, dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi
haknya. Pendapat Apeldorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori
tujuan hukum, teori etis dan utilitis.
b. Aristoteles
: Tujuan hukum menghendaki keadilan semata-mata dan isi dari hukum ditentukan
oleh kesadaran etis mengenai apa yang dikatakan adil dan apa yang tidak adil.
c. Prof. Soebekti :
Tujuan hukum adalah melayani kehendak negara yakni mendatangkan kemakmuran dan
kebahagiaan pada rakyat. Dalam melayani tujuan negara, hukum akan memberikan keadilan
dan ketertiban bagi masyarakatnya.
d. Geny (Teori Ethic)
: Menurut Geny dengan teori etisnya, bahwa tujuan hukum adalah untuk keadilan
semata-mata. Tujuan hukum ditentukan oleh unsur keyakinan seseorang yang
dinilai etis. Adil atau tidak, benar atau tidak, berada pada sisi batin
seseorang, menjadi tumpuan dari teori ini. Kesadaran etis yang berada pada
tiap-tiap batin orang menjadi ukuran untuk menentukan warna keadilan dan
kebenaran.
e. Jeremy Bentham (Teori Utility)
: Menurut Bentham dengan teori utilitasnya, bahwa hukum bertujuan semata-mata
apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang
berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal
keadilan. Maka teori ini menetapkan bahwa tujuan hukum ialah untuk memberikan
faedah sebanyak-sebanyaknya.
f. J.H.P. Bellefroid
: Bellefroid menggabungkan dua pandangan ekstrem tersebut. Menurut Bellefroid,
isi hukum harus ditentukan menurut dua asas yaitu asas keadilan dan faedah.
g. Prof. J Van Kan
: Tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya
kepentingan-kepentingannya tidak dapat diganggu. Dengan tujuan ini, akan
dicegah terjadinya perilaku main hakim sendiri terhadap orang lain, karena
tindakan itu dicegah oleh hukum.
Jadi,
tujuan hukum adalah untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, damai,
adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan
masyarakat dapat terlindungi.
2. Fungsi Hukum
Dengan
berbagai peran hukum, maka hukum memiliki fungsi: “menertibkan dan mengatur pergaulan
dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul”. Lebih
rincinya, fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat dapat terdiri dari :
a. Sebagai
alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat. Dalam arti, hukum berfungsi
menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk, sehingga segala
sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
b. Sebagai
sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin, dikarenakan hukum
memiliki sifat dan ciri-ciri yang telah disebutkan, maka hukum dapat memberi
keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa yang benar,
dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi bagi
pelanggarnya.
c. Sebagai
sarana penggerak pembangunan. Daya mengikat dan memaksa dari hukum dapat
digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan pembangunan. Di sini hukum
dijadikan alat untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju.
d. Sebagai
penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh melakukan
pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa yang memilih
sanksi yang tepat dan adil seperti konsep hukum konstitusi negara.
e. Sebagai
alat penyelesaian sengketa, seperti contoh persengekataan harta waris dapat
segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam hukum
perdata.
f. Memelihara
kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi kehidupan yang
berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-hubungan esensial antara
anggota-anggota masyarakat.
F.
Peristiwa
Hukum
Yang
dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit
adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih
jelas akan disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa
hukum, sebab tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
Sebagai contoh :
Peristiwa
transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh
hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan
mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan
pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Setelah memperhatikan contoh-contoh
diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu :
1. Peristiwa
hukum karena perbuatan subyek hukum
Peristiwa
hukum karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan
manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa
pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang.
2. Peristiwa
hukum yang bukan perbuatan subyek hukum
Peristiwa
hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak
timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat
menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi,
kematian seseorang, dan kadaluarsa (aquisitief yaitu kadaluarsa yang
menimbulkan hak dan extinctief yaitu kadaluarsa yang melenyapkan
kewajiban).
G. Sejarah Hukum Indonesia
1. Zaman Penjajahan Inggris (1811-1816)
Pada 1811 pemerintah Inggris
mengangkat Thomas Raffles sebagai Letnan Gubernur, Pulau jawa diubah menjadi 19
Karisedenan, seluruh rakyat dibebani pajak bumi.
Dalam Bidang
Hukum meningkatkan susunan pengadilan :
·
Division Cout
·
District Cout
·
Resident cout
·
Court of Circuit
Tetap memberlakukan hukum yang
berlaku di masyarakat bumi putera karena identik dengan hukum islam tetapi
derajatnya lebih rendah dari pada hukum eropa. Pada tahun 1814 konvensi London
melakukan pembagian kekuasaan wilayah jajahan. Pada 1816 Inggris menyerahkan
Nusantara kepada Belanda.
2. Zaman Penjajahan Belanda (1602-1942)
a.
VOC (1602- 1799)
VOC
didirikan pada tahun 1602 oleh pedagang Belanda. Pada tahun 1610 pengurus pusat
VOC di Belanda memberikan wewenang kepada GubJen Pieter Both membuat peraturan
untuk menyelesaikan perkara (perdana/pidana) para pegawai di daerah-daerah yang
dikuasai yang ditulis pada “PLAKAT”. Tahun 1635 plakat-plakat tidak diketahui
mana yang masih berlaku atau tidak. Tahun 1642 plakat-plakat yang masih berlaku
dikumpulkan dan disusun secara sistematis dan di umumkan kembali dengan nama “
STATUTA BATAVIA”. Tahun 1769 peraturan-peraturan VOC dibuat dalam katab hukum
(compendium) oleh Freijer yang berisi aturan-aturan hukum perkawinan-perkawinan
hukum waris islam. Dan pada 31 Desember 1799 VOC dibubarkan oleh Belanda,
karena banyak memiliki hutang.
b.
Zaman Pemerintahan Belanda (1800-1811)
Pada
1 januari 1800 daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda. Pada
masa itu Kepulauan nusantara mengalami masa-masa penjajahan, Raja Belanda
menunjuk Daendels sebagai Gubernur Jendral (tugasnya mempertahankan tanah air
jajahan nusantara dari serangan Inggris). Memaksa orang-orang pulau Jawa
menjadi pekerja rodi. Membuat jalan Anyer, Jakbar, Panarukan, Jatim, dan
Sumedang-Bandung, dan membuat benteng Angkatan Laut (AL) di Banten.
Dalam
Bidang Pemerintahan membuat aturan, membagi pulau Jawa menjadi 9 Karisedenan
& para Bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda di Batavia, Penerapan
pajak pertanian.
Dalam
Bidang Hukum, memberlakukan hukum eropa. Membiarkan hukum pribadi selama tidak
bertentangan dengan keadilan dan keamanan umum. Dan pada tahun 1811 Guberbur
Jendral Daendels diganti.
c.
Zaman Pemerintahan Belanda (1816-1942)
Pada
1816-1855 masa Besluitan Regerings, hukum yang diberlakukan Inggris tetap
diberlakukan terutama masalah usaha pertanian. Hukum yang berlaku sejak VOC
tetap berlaku. Susunan lembaga peradilan Inggris tetap berlaku. Melaksanakan
politik Agraris untuk mengisi kekosongan kas negara Belanda akibat pendidikan
Inggris. Politik agraris, yaitu kerja paksa bagi terhukum bumi putera . Kerja
paksa dirantai seperti, dibuang kepulau Jawa & Madura di pulau Jawa.
Memberlakukan Hukum Alegmene Van Wetgering (AW). Untuk daerah jajahan :
·
Memberlakukan hukum perdata eropa bagi orang eropa
(beragama Kristen),
·
Memberlakukan hukum adat bagi golongan non eropa
(agama Kristen).
Pada
1855-1926 masa Regerings Reglement (RR) , pengurangan kekuasaan raja terhada
daerah jajahan khusus UU daerah jajahan tidak dibuat oleh raja sendiri tapi
bersama-sama parlemen. Pada tahun 1926-1942 Masa indische Staatregeling
Pada
tahun 1848 di Belanda terjadi perubahan konstitusi negara akibat pertentangan
antara Parlemen & Raja yang dimenangkan oleh parlemen, dampaknya terjadi
perubahan per UU Jajahan Belanda di Indonesia.
Pada
tahun 1855 memberlakukan Regering Reglement (RR) sebagai UUD Pemerintah jajahan
Belanda di Indonesia. Tahun 1920 RR mengalami perubahan menjadi 3 golongan,
yaitu :
·
Golongan Eropa
·
Golongan Bumi Putera
·
Golongan Timur Asing.
Tahun
1922 terjadi perubahan konstitusi di Belanda, RR diganti menjadi Indische
Staatsregeling (IS) mulai 1 Januari 1926.
Tahun
1926-1942 masa Indische Staatsregeling (IS) :
·
Memberlakukan hukum golongan eropa
Perdata : Burgelijk
Wetboek/BW/KUHS dan Wetboek Van Koophandel (WVK)/KUHD.
Pidana : Wetboek Van
Stratrech (WVS)
·
Memberlakukan hukum golongan bumi putera
Perdata : Hukum Adat
(tidak tertulis)
Pidana : Hukum Adat (tidak
tertulis)
·
Memberlakukan hukum golongan Timur Asing
Perdata : Hukum adat,
tahun 1929 diberlakukan hukum perdata eropa
Pidana : WVS
Susunan
peradilan tahun 1926-1942 masa Indische Staatsregeling (IS) :
·
Golongan Eropa
o Residentiegerench
o Raad Van
Justitie
o Hooggerentshof
·
Golongan Bumi Putera
o Disrictsgerench
o Regentschapgerencht
o Landraad
·
Golongan Timur
o Disrictsgerench
o Regentschapgerencht
o Landraad
3. Zaman Penjajahan Jepang (1942-1945)
Pada
bulan maret 1942 tentara Jepang menguasai seluruh daerah Hindia Belanda. Untuk
melaksanakan tata pemerintah di Indonesia pemerintah balatentara Jepang
berpedoman pada UUnya yaitu Gunseirei (Juk lak) yang dijabarkan pada OSAMU
SEIREI (Juknis). Dalam hukum Jepang ada istilah militer. Militer Jepang
mengeluarkan Osamu Seirei no. 1 thn 1992 yang berisi tetap memberlakukan hukum
yang sudah ada asal tidak bertentangan dengan militer Jepang.
4. Awal Kemerdekaan
Pada
tanggal 17 Agustus bangsa Indonesia menyatakan berdirinya Negara dengan nama
NKRI. 18 Agustus 1945 berlaku UUD 1945 sebagai hukum negara. Upaya membentuk
hukum nasional menggantikan IS ternyata tidak dapat terlaksana. Tanggal 26
Februari 1946 barulah diadakan perubahan mendasar terhadap WVS yang berlaku 8
Maret 1942 yang disesuaikan dengan keadaan Indonesia yang ditetapkan dalam UU
no 1 tahun 1946 yang diberinama WVS atau KUHP. Dan pada 1949-1950 Indonesia
dijadikan Negara Serikat dengan Konstitusi RIS.
H.
Politik
Hukum di Indonesia
1. Peranan
Struktur dan Infrastruktur Politik
Menurut
Daniel S. Lev, yang paling menentukan
dalam proses hukum adalah komsepsi dan struktur kekuasaan politik, yaitu bahwa
hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik, bahwa tempat hukum dalam
negara tergantung pada keseimbangan politik, devinisis kekekuasaan, evolusi
idiologi politik, ekonomi, sosial, dan seterusnya. Seperti proses pembentukan
mulai dari daerah sampai pusat tidak akan pernah lepas dari proses perang
kepentingan dari elite politik itu sendiri. Walaupun kemudian dalam proses
hukum yang dimaksud tersebut di atas tidak diidentikkan dengan maksud
pembentukan hukum, namun dalam prakteknya seringkali proses dan dinamika
pembentukan peraturan mengalami hal yang menyangkut konsepsi dan struktur kekuasaan
politiklah yang berlaku di tengah masyarakat, yang sangat menentukan
terbentuknya suatu produk hukum. Maka untuk mememahami hubungan antara politik
dan hukum di negara kita, perlu juga di pelajari latar belakang, kebudayaaan,
ekonomi, peta polititk di dalam masyarakat, keadaan lembaga negara dan struktur
sosialnya selain dari pada institusi hukum itu sendiri. Dari kenyataan tersebut, adanya suatu ruang yang sah bagi
masuknya suatu proses politik melalui wadah institusi politik untuk
terbentuknya suatu produk hukum. Sehubungan dengan itu, ada dua kata kunci yang
akan diteliti lebih jauh tentang pengaruh kekuasaan dalam hukum yakni mencakup
kata “process” dan kata “institutions,” dalam mewujudkan suatu
peraturan perundang-undangan sebagai produk politik. Pengaruh itu akan semakin
nampak pada produk peraturan perundang-undang oleh suatu institusi politik yang
sangat dipengarhi oleh kekuatan-kekuatan politik yang besar dalam institusi
politik. Sehubungan dengan masalah ini, Miriam
Budiarjo berpendapat bahwa kekuasaan politik diartikan sebagai kemampuan
untuk mempengaruhi kebijaksanaan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun
akibat-akibatnya, sesuai dengan pemegang kekuasaan tersebut. Dalam proses
pembentukan hukum oleh institusi politik secara resmi di berikan otoritas untuk
membentuk hukum. Hanyalah sebuah institusi yang tidak akan berarti apa-apa jika
tanpa dibekali dengan kewenangan yang memadai, karena institusi politik hanya
merupakan alat belaka dari kelompok pemegang kekusaan.
Tetapi
disini pengaruh kekuatan politik di batasi ruang geraknya dengan berlakunya
sistem konstitusional berdasakan check n’ balances, seperti yang di muat
dalam UUD 1945 setelah amandemen. Jika kita lebih teliti dalam materi perubahan
UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mempertegas batas
kekuasaan negara adalah mempertagas kewenangan masing-masing lembaga negara,
mempertegas batasannya kekuasaan tersebut dan menempatkan lembaga negara
tersebut dalam pendekatan fungsional bukan lagi pendekatan struktural yang di
anut dalam UUD 1945 sebelum amandemen.
2. Pengaruh
Kelompok Kepentingan dalam Pembentukan Hukum
Di luar
kekuatan politik yang duduk dalam institusi-institusi politik, terdapat
kekuatan-kekuatan politik lainya yang memberikan kontribusi dalam mempengaruhi
produk hukum yang dilahirkan.
Kekuatan
tersebut berbagai kelompok kepentingan yang dijamin dan diakui keberadaan dan
perannya menurut ketentuan hukum sebagai negara yang menganut sistem demokrasi,
seperti kalangan pengusaha, tokoh ilmuan, kelompok organisasi kemasyarakatan,
organisasi profesi, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain.
Bahkan UU RI No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Per-Undang-Undangan,
dalam Bab. X menegaskan adanya partisipasi masyarakat yaitu yang diatur dalam
Pasal 53 : “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis
dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Undang Undang dan Rancangan Peraturan
Daerah.”
Kenyataan
di atas menunjukan bahwa pengaruh masyarakat dalam mempengaruhi pembentukan
hukum, mendapat tempat dan apresiasi yang begitu luas. Apalagi sejak tuntutan
masyarakat dalam mendesakkan reformasi disegala bidang berhasil dimenangkan,
dengan ditandai jatuhnya orde baru di bawah kepemimpinan Suharto yang otoriter,
maka era reformasi telah membawa perubahan besar di segala bidang ditandai
dengan lahirnya sejumlah undang-undang yang memberi apresiasi yang begitu besar
dan luas. Dalam kasus ini, mengingatkan kita kepada apa yang diutarakan oleh
pakar filsafat publik Walter Lippmann,
bahwa opini massa telah memperlihatkan diri sebagai seorang master pembuat
keputusan yang berbahaya ketika apa yang dipertaruhkan adalah soal hidup mati (Walter Lippmann, 1999 : 21).
Kenyataan
yang perlu disadari, bahwa kuatnya pengaruh tuntutan masyarakat terhadap
pembentukan hukum dan lahirnya keputusan-keputusan hukum dapat terjadi jika
tuntutan rasa keadilan dan ketertiban masyarakat tidak terpenuhi atau terganggu,
karena rasa ketidakadilan dan terganggunya ketertiban umum akan memicu efek
opini yang bergulir seperti bola salju yang semakin besar dan membahayakan jika
tidak mendapat salurannya melalui suatu kebijakan produk hukum atau keputusan
yang memadai untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut.
3. Sistem
Politik di Indonesia
Untuk
memahami lebih jauh tentang mekanisme pembentukan hukum di Indonesia, perlu
dipahami sistem politik yang dianut. Sistem politik mencerminkan bagaimana
kekuasaan negara dijalankan oleh lembaga-lembaga negara dan bagaimana mekanisme
pengisian jabatan dalam lembaga-lembaga negara itu dilakukan. Inilah dua hal
penting dalam mengenai sistem politik yang terkait dengan pembentukan hukum.
Beberapa
prinsip penting dalam sistem politik Indonesia yang terkait dengan uraian ini
adalah sistem yang berdasarkan prinsip negara hukum, prinsip konstitusional,
serta prinsip demokrasi. Ketiga prinsip ini saling terkait dan saling
mendukung, kehilangan salah satu prinsip saja akan mengakibatkan pincangnya
sistem politik ideal yang dianut. Prinsip negara hukum mengandung tiga unsur
utama, yaitu pemisahan kekuasaan check and balance prinsip due process of law, jaminan
kekuasaan kehakiman yang merdeka, dan jaminan serta perlindungan terhadap
hak-hak asasi manusia. Prinsip konstitusional mengharuskan setiap
lembaga-lembaga negara pelaksana kekuasaan negara bergerak hanya dalam koridor
yang diatur konstitusi dan berdasarkan amanat yang diberikan konstitusi.
Dengan
prinsip demokrasi partisipasi publik atau rakyat berjalan dengan baik dalam
segala bidang, baik pada proses pengisian jabatan-jabatan dalam struktur
politik, maupun dalam proses penentuan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
berbagai struktur politik itu. Karena itu demokrasi juga membutuhkan
transparansi (keterbukaan informasi), jaminan kebebasan dan hak-hak sipil,
saling menghormati dan menghargai serta ketaatan atas aturan dan mekanisme yang
disepakati bersama.
Referensi
http://akitiano.blogspot.com/2008/03/pengertian-unsur-ciri-sifat-fungsi-dan.html